Ambon – Ambon menjadi kota pertama di Indonesia yang melaksanakan program Kota Bersih Laut Biru atau Clean City Blue Ocean (CCBO). Peluncuran program CCBO yang merupakan kerjasama antara United States Agency For Internasional Development (USAID) Indonesia dengan Kementerian PPN/Bappenas dan Pemerintah Kota (Pemkot) Ambon dilakukan di SwissBell- Hotel Ambon, Kamis (20/1).
Kegiatan ini merupakan tindaklanjut dari Pendandatanganan Nota Kesepahaman Program CCBO yang dilakukan oleh Wali Kota Ambon Richard Louhenapessy dan Direktur Tetra Tech ARD, Tiene Gunawan selaku pelaksana Program, awal Desember 2021 lalu di Makassar.
Wali Kota, dalam sambutan tertulis yang dibacakan oleh Asisten 1 Bidang Tata Pemerintahan Sekretariat Kota Ambon Elkyopas Silooy menyatakan isu mengenai sampah tidak hanya menjadi isu nasional bahkan telah menjadi perhatian global, didorong oleh percepatan urbanisasi, dan pertumbuhan populasi.
“Undang - Undang Nomor 18 Tahun 2008 menyatakan bahwa pertambahan jumlah sampah disebabkan oleh beberapa hal, antara lain karena pertambahan penduduk dan perubahan pola konsumsi masyarakat menimbulkan bertambahnya volume, jenis, dan karakteristik sampah yang semakin beragam,” jelasnya.
Kota Ambon sendiri sebagai ibu kota provinsi, pusat pemerintahan, pendidikan, perdagangan dan jasa, berimplikasi langsung terhadap kecenderungan buangan/limbah yang meningkat dan bervariasi. Beberapa masalah terkait dengan pengelolaan sampah antara lain; banyaknya pembuangan sampah ke pekarangan, saluran darinase, dan sungai yang berakibat adanya peningkatan kepadatan sampah domestik di Teluk Ambon.
“Masih belum optimalnya sampah yang terangkut ke TPA, dimana sekitar 270 ton timbulan sampah dihasilkan setiap harinya, baru sekitar 162 ton atau 60% dari total keseluruhan timbulan sampah. Jangkauan pelayanan penanganan sampah juga belum optimal, baru mencapai 77 persen dari luas wilayah Kota Ambon, disebabkan karena keadaan geografis yang sulit dijangkau oleh kendaraan operasional pengangkut sampah,” terangnya.
Di samping itu, jelasnya, faktor – faktor yang mempengaruhi kinerja pengelolaan sampah antara lain jumlah personil dan sarana prasarana masih terbatas, pendapatan dari retribusi rendah sehingga perlu subsidi untuk operasional pengelolaan sampah, masyarakat belum sepenuhnya mendukung pengelolaan sampah, dan masih kurangnya penindakan terhadap pelanggaran peraturan tentang persampahan.
“Tentunya hal – hal tersebut di atas menjadi tantangan bagi Pemkot bersama – sama dengan seluruh komponen masyarakat, untuk dapat meningkatkan penanganan sampah yang lebih baik lagi,” ujarnya.
Wali Kota, ungkap Silooy, memberikan apresiasi USAID dan Kementerian PPN/ Bappenas yang telah menetapkan Kota Ambon sebagai salah satu penerima manfaat dari CCBO.
Hal ini, tandasnya, dapat membantu Pemkot dalam rangka peningkatan sistem pengelolaan sampah perkotaan yang berkelanjutan untuk mencegah kebocoran plastik, serta menciptakan kota yang lebih bersih dan laut yang lebih sehat.
Sementara itu, Direktur Perumahan & Pemukiman, Kementerian PPN/Bappenas, Tri Dewi Virgiyanti, menyatakan secara nasional pemerintah Indonesia memiliki target untuk pengelolan sampah 100 persen di tahun 2024, namun progres ke arah itu cukup berat.
“Secara nasional target pengelolan sampah pada 2024 adalah 100 persen, dimana 80 persen ditangani, dan pengurangan sampah sebesar 20 persen. Sedangkan saat ini penanganan sampah baru mencapai 54, 85 persen, dengan pengurangan 0,08 persen. Untuk Maluku pada tahun 2019, penanganan sampah 45,18 persen dengan pengurangan 0,1 persen,” kata dia.
Mengatasi hal itu, berbagai program dan kerjasama dilakukan bersama berbagai pihak salah satunya CCBO-USAID yang dilaksanakan di tiga kota yakni Ambon, Semarang, dan Makassar.
“Meski baru dilakukan di tiga kota, ini menjadi kesempatan yang langka dimana kita bisa mendapatkan asistensi teknikal sehingga pengelolaan sampah dapat berjalan dengan baik,” jelasnya.
Di tempat yang sama, Director Urban Environtemnt USAID Ryan Waddle menjelaskan, tantangan berat dihadapi Indonesia dalam pencemaran sampah plastik karena laju urbansiasi dan pertumbuhan penduduk di kota pesisir.
Implementasi CCBO, jelas Waddle, akan berkerjasama dengan organisasi lokal, dengan program hibah untuk meningkatkan kapasitas masyarakat dan mempromosikan perubahan perilaku sosial, serta mengembangkan pasar daur ulang di tingkat lokal dan nasional.
“USAID melalui CCBO akan memberikan asistensi teknikal dalam mengatasi masalah sampah dari sumbernya dengan memperkuat sistem pengelolaan sampah di masyarakat, ujicoba solusi inklusif dan berkelanjutan, mempromosikan Reduce, Reuse dan Recycle, Memperkuat sistem lokal dan kemitraan dengan stakeholder di tiga kota pelaksana CCBO, yakni Ambon, Semarang dan Makassar,” pungkasnya.
Untuk diketahui, acara peluncuran program CCBO yang dirangkai dengan diskusi multipihak dilaksanakan 20 – 21 Januari 2022, dengan menghadirkan para pejabat kementerian terkait, pimpinan OPD Provinsi Maluku dan Pemkot Ambon, Camat, Lurah, Akademisi, LSM, Jurnalis serta para pemangku kepentingan lainnya.