Labuan Bajo - Bupati Manggarai Barat Agustinus Ch Dula mengatakan, pandemi COVID-19 yang mengakibatkan semua sisi kehidupan, termasuk perekonomian masyarakat terganggu bisa mempengaruhi langkah percepatan penurunan angka stunting.
"Pandemi COVID-19 akan berpengaruh terharap proses kehamilan yang nantinya akan melahirkan anak yang jauh di bawah normal dan terganggu juga tumbuh kembangnya karena kekurangan asupan gizinya," ujar bupati.
Agustinus mengatakan, penurunan angka stunting menitikberatkan pada penanganan penyebab masalah gizi, yaitu faktor yang berhubungan dengan ketahanan pangan khususnya akses terhadap pangan bergizi (makanan), lingkungan sosial yang terkait dengan praktik pemberian makanan bayi dan anak (pengasuhan), akses terhadap pelayanan kesehatan untuk pencegahan dan pengobatan (kesehatan), serta kesehatan lingkungan yang meliputi tersedianya sarana air bersih dan sanitasi (lingkungan).
"Keempat faktor tersebut mempengaruhi asupan gizi dan status kesehatan ibu dan anak. Intervensi terhadap keempat faktor tersebut diharapkan dapat mencegah masalah gizi, baik kekurangan maupun kelebihan gizi," ujar bupati.
Agustinus menambahkan, pertumbuhan dan perkembangan anak dipengaruhi oleh faktor lingkungan dan faktor keturunan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa faktor keturunan hanya sedikit (4-7% pada wanita) mempengaruhi tinggi badan seseorang saat lahir. Sebaliknya, pengaruh faktor lingkungan pada saat lahir ternyata sangat besar (74-87% pada wanita). Hal ini membuktikan bahwa kondisi lingkungan yang mendukung dapat membantu pertumbuhan dan perkembangan anak.
"Ibu hamil dengan konsumsi asupan gizi yang rendah dan mengalami penyakit infeksi akan melahirkan bayi dengan Berat Lahir Rendah (BBLR), dan/atau panjang badan bayi di bawah standar," ujarnya.
Agustinus menjelaskan, asupan gizi yang baik tidak hanya ditentukan oleh ketersediaan pangan di tingkat rumah tangga tetapi juga dipengaruhi oleh pola asuh seperti pemberian kolostrum (ASI yang pertama kali keluar), Inisiasi Menyusui Dini (IMD), pemberian ASI Esklusif, dan pemberian Makanan Pendamping ASI (MP-ASI) secara tepat. Selain itu, faktor kesehatan lingkungan seperti akses air bersih dan sanitasi layak serta pengelolaan sampah juga berhubungan erat dengan kejadian infeksi penyakit menular pada anak. Kehidupan anak sejak dalam kandungan ibu hingga berusia dua tahun (1.000 HPK) merupakan masa-masa kritis dalam mendukung pertumbuhan dan perkembangan anak yang optimal.
Faktor lingkungan yang baik, tambahnya, terutama di awal-awal kehidupan anak, dapat memaksimalkan potensi genetik (keturunan) yang dimiliki anak sehingga anak dapat mencapai tinggi badan optimalnya.
Agustinus mengatakan, penyebab tidak langsung masalah stunting dipengaruhi oleh berbagai faktor, yakni pendapatan dan kesenjangan ekonomi, perdagangan, urbanisasi, globalisasi, sistem pangan, jaminan sosial, sistem kesehatan, pembangunan pertanian, dan pemberdayaan perempuan. Untuk mengatasi penyebab stunting.
"Melihat kompleksitas penyebab stunting yang saya sampaikan di atas maka intervensi pencegahan dan penurunan stunting harus dilakukan secara konvergensi. Konvergensi percepatan pencegahan stunting adalah intervensi yang dilakukan secara terkoordinir, terpadu, dan bersama-sama mensasar pada kelompok sasaran prioritas yang tinggal di desa untuk mencegah stunting," tegas bupati dua periode tersebut
Konvergensi percepatan penurunan stunting tergambar jelas juga dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) tahun 2020-2024, dimana percepatan penurunan angka mematian ibu dan stunting menjadi salah satu proyek prioritas strategis (Major Project) yang dalam pelaksanaannya melibatkan berbagai sektor terkait seperti Kementerian Kesehatan, BKKBN, Kemendikbud, KKP, Kementerian PUPR, BPOM, Kementerian PPA, Kemendagri, Kemenkominfo, dan pemerintah daerah dengan highlight proyek
Highlight Proyek dimaksud yakni pemberian makanan tambahan (PMT), suplementasi gizi mikro, serta STBM (Kemenkes), PAUD holistik-integratif dan kelas pengasuhan (Kemendikbud), penyediaan akses air minum dan penyediaan akses sanitasi (air limbah domestik) layak (KemenPUPR) dan bantuan operasional kesehatan (DAK Kesehatan).
Dijelaskannya, mempersiapkan generasi emas 2045 merupakan kewajiban semua pihak. Oleh karena itu stunting yang masih menjadi masalah harus segera dituntaskan.
"Sebagai bentuk kesungguhan Pemerintah Kabupaten Manggarai Barat dalam upaya percepatan penurunan stunting terintegrasi, saya telah menanda tangani komitmen penurunan stunting Kabupaten Manggarai Barat di Jakarta pada tanggal 3 Juli 2019.
Adapun komitmen itu, lanjut Bupati Gusti yaitu: 1. Melaksanakan pertemuan Daerah Percepatan Pencegahan anak kerdil (Stunting) bersama dengan seluruh Organisasi Perangkat Daerah, Camat, Kepala Desa dan pihak terkait lainnya.
2. Kemudian melakukan Aksi Konvergensi/Integrasi Program dan kegiatan yang terkait dengan percepatan pencegahan anak kerdil (Stunting) di daerah.
3. melakukan pengumpulan dan publikasi data anak kerdil (Stunting) serta program-program percepatan yang sudah dilakukan secara berkala, dan menggunakan data sebagai dasar untuk melakukan perbaikan program.
4. Menyusun kebijakan dan melaksanakan kampanye perubahan perilaku dan komunikasi antar pribadi untuk percepatan pencegahan anak kerdil (Stunting)
5. Meningkatkan peran Desa dalam melakukan konvergensi percepatan pencegahan anak kerdil (Stunting) di Desa.
Pada hari ini kita melaksanakan kegiatan Rembuk Stunting (Aksi 3) setelah sebelumnya telah dilakukan Analisa Situasi Program Penurunan Stunting (Aksi 1) dan Penyusunan Rencana Kegiatan (Aksi 2).
Dari hasil Aksi 1 ditemukan bahwa Prevalensi stunting tahun 2019 sebesar 19,6% berdasarkan hasil Operasi Timbang bulan Agustus 2019 dengan prevalensi tertinggi (kategori merah) 25 desa dan selanjutnya berdasarkan hasil analisa situasi program penurunan stunting tahun 2020 ke-25 desa tersebut menjadi lokus intervensi stunting pada tahun anggaran 2021.
Ke-25 desa tersebut adalah Golo Sembea (52,63%), Wajur (51,22%), Watu Panggal (46,88%), Modo (43,48%), Pasir Panjang (40%), Sompang Kolang (39,76%), Siru (39,58%), Golo Ketak (39,35%), Watu Nggelek (39,34%), Wae Wako (37,7%), Nangalili (37,41%), Nanga Kantor Barat (37,21%), Tueng (35,65%), Pasir Putih (34,90), Ponto Ara (34,78%), Sano Nggoang (33,66%), Golo Ndeweng (30,67%), Wae Mose (30,63%), Kolang (28,71%), Golo Kondeng (28,57%), Daleng (28,19%), Compang Kules (28,13%), Mbakung (28%), Liang Sola (26,67%), dan Raka (26,39%).
Dari hasil Aksi 1 juga kita menemukan ada 21 desa yang kategori hijau yaitu 8 desa di Kecamatan Pacar, 6 desa di Kecamatan Kuwus, 3 desa di Kecamatan Mbeliling, 2 desa di Kecamatan Welak, dan 1 desa di Kecamatan Komodo, serta 1 desa pula di Kecamatan Macang Pacar.
Kita patut memberikan apresiasi yang setinggi-tingginya kepada semua pihak atas capaian yang baik ini. Khususnya untuk Kecamatan Pacar capaian ini seirama dengan kinerja baiknya dalam pengelolaan Sanitasi Total Berbasis Masyarakat (STBM).
Dari hasil analisa situasi juga ditemukan bahwa ada 5 desa yang menjadi lokus intervensi stunting 2021 merupakan desa yang menjadi lokus intervensi stunting 2020, antara lain Desa Kolang, Kec. Kuwus Barat, Desa Watu Nggelek dan Pasir Putih, Kec. Komodo, Desa Golo Sembea Kec. Mbeliling, Desa Golo Kondeng, Kec. Sano Nggoang.
Dari uraian singkat hasil aksi 1 di atas, saya berharap Rencana Kegiatan di Aksi 2 yang merupakan dasar perencanaan kegiatan di 2021, harus fokus pada 25 desa yang menjadi lokus intervensi penurunan stunting.
"Saya mengajak semua untuk bersama-sama bekerja mencegah dan menanggulangi permasalahan stunting di Kabupaten Manggarai Barat demi tercapainya generasi penerus yang sehat dan berkualitas," ujarnya.