Labuan Bajo - Pemerintah Kabupaten Manggarai Barat, Nusa Tenggara Timur, terus berkomitmen untuk menurunkan angka prevalensi stunting menjadi satu digit pada tahun ini.
Hal tersebut disampaikan Wakil Bupati Manggarai Barat Yulianus Weng, saat membuka kegiatan Seminar Nasional yang diselenggarakan Himpunan Ahli Kesehatan Lingkungan Indonesia (HAKLI) Provinsi NTT di Labuan Bajo, Sabtu (14/1).
Seminar Nasional dengan tema “Kemitraan Strategis untuk Percepatan Penurunan Stunting pada Pembangunan Berketahanan Iklim di Nusa Tenggara Timur Tahun 2023”.
"Di Agustus 2022, hasil pengukuran stunting di Manggarai Barat menunjukkan angka prevalensi stunting sebesar 15,9%, turun dari 16,2% di bulan Februari 2022. Walaupun prevalensi menurun, Pemkab Mabar tetap berkomitmen untuk menurunkan angka prevalensi stunting menjadi satu digit di tahun 2023," ungkapnya.
Dikatakannya, penurunan Stuting penting dilakukan sedini mungkin untuk menghindari dampak jangka panjang yang sangat merugikan.
Wabup menjelaskan, segala intervensi kemudian diluncurkan melalui pelaksanaan program dan kegiatan dari berbagai sektor, baik pemerintah maupun non-pemerintah, baik dari sektor Kesehatan maupun non kesehatan.
"Berkaca pada dampak yang bisa ditimbulkan
oleh stunting tersebut, baik ekonomi maupun
kesehatan, maka diperlukan suatu pendekatan
intervensi stunting yang terpadu dan terintegrasi
yang mencakup intervensi gizi spesifik dan intervensi gizi sensitif," ujarnya.
Untuk memastikan keterpaduan antara intervensi gizi spesifik dan sensitif tersebut, tambahnya, diperlukan suatu rangkaian kegiatan perencanaan yang terintegrasi satu sama lain, baik itu antara perangkat daerah maupun dengan sektor terkait
lainnya.
"Perencanaan kegiatan yang terintegrasi antara
satu sektor dan sektor lainnya sangat penting guna mempercepat proses pencegahan anak kerdil (stunting) di Kabupaten Manggarai Barat," ujar wabup.
Di samping itu, tambahnya, selain pola integrasi perencanaan program dan kegiatan, diperlukan pendekatan yang konvergen, yaitu suatu usaha terintegrasi dari berbagai pihak yang mengarah pada suatu lokasi prioritas pencegahan dan penanganan stunting
Menurut wabup Mabar, hal tesebut diatas sejalan dengan tema yang diusung pada seminar ini.
"Upaya penanggulangan stunting melalui pendekatan lintas sektor menjadi solusi sebagai sebuah langkah konkret pendekatan lintas sektor ini melibatkan berbagai pihak antara lain pemerintah pusat pemerintah daerah, pemerintah desa, lembaga sosial kemasyarakatan dan keagamaan, akademisi, dan media massa," ungkap wabup Bumi Komodo tersebut.
Wabup Yulianus Weng menyadari upaya penanggulangan stunting tidak mudah dilakukan, karena banyak melibatkan pihak dengan kepentingan. Namun menurutnya, upaya penanggulangan stunting melalui pendekatan lintas sektor dapat dijadikan momentum untuk menghilangkan ego sektoral yang selama ini melekat di SKPD.
"Penerapan pendekatan lintas sektor dilaksanakan dengan strategi bertahap mulai dari menyamakan persepsi mengenai stunting, membangun komitmen dan kerjasama antar berbagai pihak dan selanjutnya memperluas pelaksanaan program pembangunan perangkat daerah yang dirancang berdasarkan penyebab stunting dan lokus sasarannya yang terintegrasi dalam sistem perencanaan dan penganggaran," imbuhnya.
Wabup Yulianus Weng berharap kegiatan seminar nasional ini akan mampu menghasilkan rekomendasi- rekomendasi yang mampu membantu percepatan penurunan stunting di Manggarai Barat dan juga Provinsi NTT pada umumnya.
Pada tempat yang sama Ketua Umum PP HAKLI Arif Sumantri mengatakan, kompetensi Tenaga Sanitasi Lingkungan (TSL) sangat penting dalam upaya menyiapkan lingkungan sebagai salah satu agen yang mempengaruhi kesehatan individu dan masyarakat.
Dijelaskannya, kualifikasi kompetensi tersebut sangat strategis dan penting untuk melindungi masyarakat maupun lingkungan untuk tercapainya kesehatan individu dan komunitas sebagai salah satu modal penting daya saing di era globalisasi
"Keberadaan HAKLI diharapkan mampu bersaing dengan LPP lainnya di Indonesia seperti IDI, IBI, PPNI dan organisasi profesi lainnya, bukan hanya persoalan prestasi yang telah dicapai, namun bagaimana merawat eksistensi HAKLI yang sudah ada selama ini perlu untuk terus dikembangkan. Semoga LPP HAKLI menjadi salah satu LPP dengan akreditasi unggul," harapnya
Arif juga menjelaskan banyak hal yang dapat dilakukan oleh HAKLI dengan mengacu pada Permendagri 87/2002 Tentang Percepatan Layanan Sanitasi Berkelanjutan Di Daerah Tahun 2022-2024 antara lain Konservasi terhadap air perlu ditingkatkan untuk menghadapi perubahan iklim yang berdampak pada masalah berkurangnya kuantitas air bersih untuk kebutuhan sanitasi dan lainnya.
Kemudian, tambahnya, berkurangnya jumlah air bersih untuk kebutuhan hidup juga akan berdampak pada penularan penyakit lingkungan berbasis vector penyakit seperti malaria, filariasis, DBD maupun kecacingan yang memiliki dampak penting bagi peningkatan stunting pada wilayah di NTT.
Disebutkannya, eliminasi malaria di NTT akan dilakukan pada 2027. Diharapkan anggota HAKLI bisa berperan hingga level Puskesmas, persoalan air berdampak pada masalah kesehatan. Gagalnya investigasi terhadap tempat peristirahatan nyamuk (resting), tempat perkembangbiakan (breeding), modifikasi dan manipulasi lingkungan juga diakibatkan karena penanganan air yang kurang memadai.
"Butuh dukungan HAKLI yang baru dibentuk ini untuk memiliki semangat mengantarkan pada bebas ODF dan penurunan stunting," tandas Ketum HAKLI Arif Sumantri.