Batang - Situasi pandemi COVID-19 menuntut masyarakat untum berkreasi mengolah bahan-bahan yang tadinya tidak ada fungsinya menjadi memiliki nilai jual, contohnya seperti daun serai yang diproses menjadi minyak yang mempunyai manfaat sebagai obat herbal.
Hal ini disampaikan oleh petani serai, Slamet Riyadi (51) di Desa Sodong, Kecamatan Wonotunggal, Kabupaten Batang, Jawa Tengah, Selasa (28/7).
“Awal saya mempunyai ide membuat minyak serai herbal itu dahulu di Desa Sodong banyak petani serai ada kerjasama bersama Perhutani untuk menanam serai. Tetapi pada waktu panen tidak dimanfaatkan daunnya, zaman dahulu banyak petani yang membakar daunnya karena tidak memiliki nilai jual,” jelasnya.
Dijelaskannya, ide muncul membuat minyak serai saat saya belajar dengan teman saya yang mengelola pembuatan minyak jadi saya memiliki keinginan membuat minyak serai. Setelah itu dengan alat yang masih sederhana dan tradisional yang bernama ketel besar yang dapat menampung 70 kilogram daun serai.
“Untuk membuat minyak serai herbal, tumpukan daun yang dipanen dimasukkan ke dalam tungku panas agar kualitas minyak serai baik, maka suhu panas harus tetap terjaga dengan waktu satu jam lebih. Minyak serai keluar dari uap yang muncul dari pengukusan daun yang mengalir melalui pipa besi," ujarnya.
Dalam poses mengalirnya dilakukan pendinginan dengan air dalam ketel besar. Proses pendinginan dilakukan agar minyak yang keluar dalam keadaan dingin. Karena masih bercampur dengan uap air, juga dilakukan penyaringan.
“Minyak serai dijual dengan harga Rp10.000,00 untuk botol 15ml, Rp20.000,00 untuk botol berisi 30ml, Rp30.000 untuk botol berisi 50ml, dan Rp150.000 untuk botol berisi 500ml,” Ungkapnya.
Tidak hanya sebagai minyak herbal, limbah dari minyak serai seperti daun dapat diproses menjadi bantal dan sisa airnya bisa dimanfaatkan untuk membersihkan lantai.