Takengon - Dunia seni, budaya dan sastra Gayo, Aceh Tengah berduka dengan berpulangnya seorang maestro seni multi talenta Ibrahim Kadir.
Pria kelahiran Kemili, Aceh Tengah, 31 Desember 1942 ini merupakan sosok seniman langka karena dia telah menunjukkan karyanya bukan hanya dalam satu bidang seni saja, tapi sekaligus bisa menjadi sastrawan, aktor, koreografer, sejarawan, penulis dan pelestari budaya Gayo. Ibrahim Kadir menghembuskan nafasnya di Rumah Sakit Umum Daerah Datu Beru Takengon dalam usia 78 tahun, setelah dirawat beberapa waktu akibat beberapa penyakit yang dideritanya.
Sampai dengan akhir hayatnya, sosok Ibrahim Kadir telah menorehkan banyak prestasi di bidang seni dan sastra, sejumlah karya-karyanya telah memperkaya sastra Gayo. Intensitas dan aktivitasnyapun tidak pernah berhenti sampai usia tua, sehingga namanya dikenal luas oleh masyarakat seni nasional dan internasional. Ia telah menciptakan tidak kurang dari 85 puisi berbahasa Gayo sejak tahun 1953.
Sebagai aktor watak, dirinya pernah bermain dalam film “Tjoet Nja' Dhien” (1990, Sutradara Eros Djarot) bersama Slamet Rahajo Jarot dan Cristine Hakim, “Puisi Tak Terkuburkan” (2000, Sutradara Garin Nogroho), film dokumenter “Penyair Dari Negeri Linge” (2001, sutradara Aryo Danusiri).
Bahkan dalam film “Puisi Tak Terkuburkan”, Ibrahim Kadir menjadi pemeran utama yang mengambil setting peristiwa PKI tahun 1965an. Film ini juga membawa Ibrahim Kadir meraih penghargaan “Silver Screen Award For Best Asian Actor” pada Festival Film Singapura, tahun 2001, dan “The Best Actor” dalam Festival Film Cinefan India, tahun 2001, serta penghargaan pemeran terbaik ke 2 dalam Festival Film Jokarno Italia, tahun 2000.
Di bidang seni tari, Ibrahim Kadir juga dikenal sebagai koreografer tari massal Musabaqah Tilawatil Quran (MTQ) ke 12 Tingkat Nasional di Banda Aceh 1981, Koreografer MTQ Tingkat Provinsi Aceh 1979. Dia juga telah menunjukkan sebagai penulis dan designer tari massal di Padang Sumatra Barat 1983.
Kepiawaiannya dalam bidang seni tari, juga dia tunjukkan dengan menulis buku panduan tentang Tari Guel (1989), dan beberapa buku pegangan dosen tentang metode mengajar dan menata tari di Universitas Sumatera Utara.
Sebagai penyair, dia sudah mencatatkan kemampuannya lewat Puisi-puisi yang terhimpun dalam buku “Kumpulan Puisi Gayo-Indonesia” 1971, “Datu Beru” (Didong Puisi), “Gentala” (antologi Puisi 1972), “Malem Dewa” (antologi Puisi, 1973) dan “Pembangunan Pesantren Nurul Islam Dalam Untaian Puisi Gayo-Indonesia” tahun 2000.
Sebelum ajal menjemputnya, Ibrahim Kadir juga sedang menyiapkan skenario film yang berjudul “Tangan Tanpa Jemari,” sejumlah adegan tengah dalam proses pengambilan gambar. Sementara beberapa bukunya sedang dalam proses cetak seperti “Sebuku” (Seni Meratap Gayo), “Nasip Ukiran Gayo, Cerita Rakyat Gayo-Indonesia, Melengkan, Pantun Gayo, Kekitiken, Saer-saer Gayo” dan sejumlah buku lainnya. Belum lagi terbit buku-buku tersebut, Ibrahim Kadir sudah dipanggil menghadap-Nya.
Jenazah almarhum disemayamkan di rumah duka di Kampung Kemili, Kecamatan Bebesen, Kabupaten Aceh Tengah. Menurut keterangan dari keluarganya, Almarhum Ibrahim Kadir akan di shalatkan ba’da Ashar nanti dan di makamkan di komplek pekuburan keluarga tidak jauh dari tempat tinggalnya.
Selamat jalan sang maestro, karya-karyamu akan dikenang sepanjang masa.