Natuna - Pada Februari 2020 lalu, Natuna sempat dihebohkan dengan kisruh penolakan observasi WNI Wuhan di Natuna. Pasalnya, sebanyak 238 WNI yang berdomisili di Wuhan, China akan dipulangkan ke tanah air akibat lockdown karena pandemi Covid-19 melanda negara tersebut.
Untuk itu NBK (Ngobrol Bareng Kominfo) mengangkat topik tersebut untuk dibahas di chapter 18, Rabu (27/1)
Disampaikan oleh Tokoh Pemuda Natuna, Haryadi yang terlibat langsung pada aksi demo saat itu bahwa pada dasarnya masyarakat Natuna bukan serta merta menolak saudara-saudara dari Wuhan, melainkan tidak terima dengan kebijakan yang terlalu mendadak tanpa pemberitahuan dan sosialisasi terlebih dahulu. Ditambah lagi dengan statement statement yang tidak dapat diterima oleh masyarakat Natuna saat itu karena dianggap tidak sesuai kenyataan yang ada.
“Pada intinya yang jadi permasalahan waktu itu karena tidak adanya koordinasi terlebih dahulu ke Pemda kita, tidak adanya sosialisasi terlebih dahulu. Namun jika sebelumnya sudah ada informasi dan sosialisasi yang baik kejadiannya tidak akan seperti itu,” jelas Haryadi yang akrab disapa Bang Har.
“Saya tegaskan kembali bahwa penolakan itu bukan kepada saudara saudara kita, intinya kita membantah apa yang menjadi statement pusat itu terhadap daerah kita. Contoh, tentang jarak lokasi karantina yang jauh dari pemukiman dan fasilitas kesehatan di Natuna yang memadai,” tambahnya.
Untuk kronologinya, Bang Har menceritakan bahwa pada awalnya pihak organisasi kepemudaan hanya ingin mengadakan sharing terkait hal tersebut kepada pihak legislatif.
“Kebetulan saya adalah ketua DPD KNPI Kabupaten Natuna, waktu itu teman teman anggota menginformasikan kepada saya tentang Natuna yang dijadikan tempat observasi. Saat itu melihat berita di media online maupun youtube kan ngeri ya ada video yang tumbang-tumbang segala macam lah waktu itu sangat mengerikan virus ini," tutur ?nya.
Sementara itu, dijelaskan juga oleh Rio selaku salah seorang WNI Wuhan yang pernah diobservasi di Natuna bahwa pada saat masih diwuhan, dirinya yang waktu itu sedang melanjutkan studi disana berharap dapat dipulangkan karena suasana disana juga cukup mencemaskan.
Sampai pada akhirnya mereka diberi tau bahwa akan dikarantina terlebih dahulu ke Natuna dari mulai berangkat memang tidak mengaktifkan telepon gengam. Jadi, mereka tidak tau bahwa masyarakat Natuna sedang menggelar aksi pada saat itu.
“Sebelumnya kami memang tidak megang handphone, karena tidak boleh sementara untuk kontak dengan orang luar. Setelah dua hari di Natuna barulah dapat megang handphone dan liat disosmed kalau ada demo," ujarnya.
Ia pribadi memaklumi sikap masyarakat Natuna karena ia paham kondisi masyarakat sedang panik karena tidak ingin keluarganya masyarakatnya terkena virus yang berbahaya apalagi dengan isu yang berkembang saat itu yang banyak belum valid.
Selain itu, Rio juga menyatakan bahwa selama di Natuna ia dan kawan kawan merasa nyaman dan pelayanan di Hanggar sangat baik sehingga mereka menjalani hari hari dengan gembira dan sehat sampai saatnya pulang ke kampung halaman masing-masing.
“Bahkan kami pengennya setelah observasi selesai pengen jalan jalan dulu keliling natuna. Saya pengen naik gunung dulu tapi ternyata tidak boleh ya mudahan ada waktu nanti main ke Natuna lagi,” kata Rio.
Di akhir sesi, Bang Har juga menyampaikan bahwa kejadian tersebut cukup menjadi sejarah bagi masyarakat Natuna. Terutama untuk pemerintah dalam hal mengambil kebijakan kedepannya.