Surabaya - Hari Radio Nasional diperingati setiap tanggal 11 September. Memperingati momen tersebut, Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa berharap para insan radio dapat 'gercep' atau gerak cepat beradaptasi dan berinovasi menghadapi era digital.
Menurutnya, di era digital saat ini, radio harus bisa mengembangkan platform-nya. Yakni tidak hanya bisa didengarkan semata, tapi siaran radio juga bisa didengarkan dan disaksikan melalui berbagai macam alat seperti ponsel, TV, atau komputer melalui streaming. Bahkan, siaran radio bisa didengarkan darimana pun dan kapan pun dari berbagai kanal.
“Teknologi streaming ini bahkan membuat radio saat ini tidak hanya bisa didengar tapi juga bisa dilihat melalui gambar. Adapula podcast yang bisa dikembangkan oleh radio melalui multi platform. Jadi digitalisasi ini harus betul-betul dioptimalkan radio sebagai salah satu media komunikasi massa," kata Khofifah di Gedung Negara Grahadi Surabaya, Minggu (11/9).
Khofifah mengatakan, radio memiliki kekuatan dan keunggulan dalam hal kecepatan informasi. Teknologi audio atau suara yang lebih praktis dan sederhana daripada media audiovisual, online atau cetak ini bisa jadi kekuatan dalam menyampaikan informasi ke publik.
"Kalau TV harus menunggu gambar dan suara diolah, atau di saat media online atau cetak membutuhkan waktu untuk mengetik berita sebelum naik cetak, radio justru bisa langsung mengandalkan rekaman suara atau live via telepon. Jadi radio sebetulnya memiliki potensi tercepat untuk menyampaikan informasi ke publik," kata Khofifah.
“Jadi informasi yang disampaikan bisa cepat dan langsung. Selain itu pendengar radio ini sangat luas, baik dari segi geografis wilayah, sampai strata sosial,” imbuhnya.
Tidak hanya itu, keunggulan audio atau suara pada radio ini memiliki kekuatan dalam membangun keintiman dengan pendengarnya. Theatre of mind pada radio menjadi salah satu karakteristik yang dapat menciptakan gambaran dalam imajinasi para pendengarnya dengan kekuatan kata dan suara.
Dimana kata-kata atau suara yang disampaikan penyiar radio terasa dekat dengan para pendengarnya. Bahkan hal yang disampaikan pun seringkali bisa menyentuh imajinasi atau mempengaruhi emosi pendengarnya.
“Baik penyiarnya, musik atau informasi yang disampaikan jadi terasa lebih hangat. Sehingga ketika mendengarkan radio, banyak pendengar yang merasa penyiarnya seperti teman, terasa akrab. Misalnya ketika mendengarkan radio saat sedang berkendara sendiri. Jadi radio ini juga fleksibel karena bisa didengarkan ketika mengerjakan aktivitas lain,” ungkapnya.
Radio, lanjut Gubernur Khofifah, punya segmen yang lebih beragam, baik tua atau muda dan orang perkotaan atau pedesaan. Banyaknya stasiun radio dengan segmennya masing-masing justru menjadi kekuatan dalam membangun pasarnya.
“Ada radio yang segmennya untuk anak muda, kemudian ada radio yang segmennya jurnalistik, tapi di pedesaan ada juga radio yang digemari karena menyiarkan musik ataupun acara yang mengangkat budaya lokal seperti musik dangdut atau wayang” katanya.
Lebih lanjut menurut Gubernur Khofifah , sebagai salah satu media mainstream, radio bisa hadir sebagai media penangkal berita hoax. Untuk itu, kecepatan teknologi radio yang sejak lama terbukti harus memberikan manfaat bagi bangsa dan negara sebagai penangkal berita hoax.
“Bersamaan dengan maraknya hoax dengan waktu belakangan ini, insan radio ditantang untuk ikut menjaga keutuhan bangsa melalui informasi yang valid, akurat, cepat,” jelas Gubernur Khofifah.
Keunggulan dan kekuatan inilah yang membuat Gubernur Khofifah yakin radio akan mampu bertahan di tengah era perkembangan teknologi dan digitalisasi media.
“Dengan berkembangnya teknologi digital, hal itu justru menjadi tantangan media radio untuk terus berkembang. Namun saya meyakini insan radio dapat terus berinovasi dengan berbagai platform yang ada,” pungkasnya.
Untuk diketahui, berdasarkan data dari Komisi Penyiaran Indonesia Daerah (KPID) Jatim, jumlah total radio yang tercatat di Jatim sebanyak 304. Terdiri dari Lembaga Penyiaran Swasta (LPS) sebanyak 232, Lembaga Penyiaran Komunitas (LPK) sebanyak 54, Lembaga Penyiaran Publik (LPP) RRI sebanyak 5, dan Lembaga Penyiaran Publik Lokal (LPPL) milik pemkab/pemkot sebanyak 18.